Kamis, 13 Desember 2007

Efek Rumah Kaca?




United Nations Climate Change Confrence atau Konfrensi PBB mengenai Perubahan Iklim di Bali, ternyata menjadi sorotan menarik hampir semua lapisan masyarakat. Mulai dari pengusaha kaya hingga golongan tidak mampu.


Semuanya membicarakan "Efek Rumah Kaca" tapi setiap orang mempunyai interprestasi sendiri mengenai hal yang dimaksud dengan efek rumah kaca.


Salah satunya adalah seorang supir taksi bernama Martin.


Kebetulan saya sedang memanfaatkan jasa taksinya untuk mengantar saya pulang ke rumah dari tempat kerja.


Saat itu sedang turun hujan dan jalan di under pass (terowongan tanah abang) macet karena banyak pengguna motor sedang berteduh.


Entah mengapa... tiba-tiba membuka pembicaraan tentang "Efek Rumah Kaca".


"Pak, musim hujan tiba lebih awal. Kayanya akibat efek rumah kaca," jelas Martin.


"Mungkin juga pak," jawab saya.


"Bapak tahukan. Kalau PBB sedang mengadakan pertemuan tingkat dunia untuk membahas efek rumah kaca di Bali. Artinya ini sudah jadi permasalahan dunia," jelasnya kembali.


"Iya, pak. Biar ketemu cara mengantisipasi perubahan iklim dunia. Akibat efek rumah kaca," jelas saya kembali.


"Iya, pak. Biar ada solusinya dalam menghadapi efek rumah kaca. Biar tinggal di dunia ini. Tidak terasa panas," ungkap Martin.


Bapak tahukan, ujarnya kembali, efek rumah kaca itu disebabkan pembangunan gedung-gedung bertingkat dan mal-mal. Bangunannya banyak menggunakan kaca. Nah, kaca itukan memantulkan sinar matahari sehingga membuat udara sekitarnya menjadi panas. Sebenarnya ini pak yang membuat efek rumah kaca.


Saya jadi tersenyum mendengar teori efek rumah kaca -nya Martin.


Khusus di Jakarta atau kota besar di Indonesia. Pemerintah harus membuat kebijaksanaan baru. Kalau bangunan bertingkat seperti gedung perkantoran, apartemen, mal-mal harus banyak memakai tembok dindingnya daripada kaca-kaca. "Tembok itu menyerap panas dan tidak memantulkan sinar matahari. Nah, ini akan mengurangi efek rumah kaca," jelas Martin dengan raut muka serius.


Desain bangunan Belanda itu benar, lo. Mereka membuatnya menjadi akrab dengan lingkungan tropis seperti di Indonesia. Tidak banyak memakai jendela kaca tapi jendela biasa. Sehingga efek rumah kacanya ada.


"Iyakan pak. Pada jaman dulu tidak dikenal efek rumah kaca. Itu penyebabnya belum banyak kaca yang digunakan untuk pembangunan," ujarnya.


Saya hanya bisa mengangguk-anggukan kepada mendengar teori yang disampaikan oleh Martin.


Sebuah teori dan pembicaraan menarik dari Martin.


Ia punya pemahaman tersendiri mengenai "Efek Rumah Kaca"


Sayang saya tidak dapat berkomentar banyak karena sudah mencapai tujuan.


Yang pasti... Martin juga peduli dengan masalah lingkungan.


Walaupun ia mempunyai pemahaman sendiri mengenai teori "Efek Rumah Kaca"


2 komentar:

Anonim mengatakan...

om..
jadi gmana solusinya byar ozon kita yg berkurang dari efek ruma kaca ini jdi ad lagii?
saya aj udh bingung..
kyknya iklim juga ud berubah tuh om..
buktinya..
coba om perhatiin setiap ujan..
pasti nga mendung dulu...
padahal terik matahari lagi sengat"nya eh malah ujan..
mungkin itu jg salah 1 dri efek ruma kaca itu kali ya om??

ludihasibuan mengatakan...

Iya randika... memang pusing.

Masalahnya kompleks. Efek rumah kaca selalu disalahkan negara-negara yang punya hutan tropik yang selalu di tebang.

Padahal negara dibelahan utara juga penyumbang terbesar polusi udara (carbon). Industri dan rumah tangga ketika dimusim dingin. Mereka memakai batubara untuk menghangatkan rumah dan lain-lainya.

jadi masalah kompleks antara lingkungan, politik dan ekonomi.