Minggu, 09 Desember 2007

Kami Mau Makan Apa Pak?

Pagi ini, Senin 10 Desember 2007, ketika menyaksikan Seputar Indonesia Pagi.
Ada berita yang tidak mengenakan di dengar untuk penghantar sarapan pagi.
10 Liter Premium Per Hari
Berita ini menjade headline news dari RCTI. Topiknya seputar rencana kebijaksanaan baru dari pemerintah Indonesia terhadap bahan bakar bersubsidi, premium. Berhubung harga minyak dunia yang mendekati harga jual 100 dollar Amerika Serikat per barel dan seandainya turunpun harganya tidak mungkin menyentuh 56 dollar Amerika Serikat perbarel seperti yang di anggarkan oleh Pemerintah Indonesia.
Artinya akan ada kebijakan baru terhadap konsumsi BBM khususnya Premium. Mobil pribadi telah diarahkan per 1 Januari 2008 nanti menggunakan bahan bakar beroktan tinggi yaitu beroktan 80 - 90 atau menggunakan Premix atau Pertamax. Hal ini diharapkan bisa menghemat anggaran pemerintah mencapai 2 triliyun rupiah.
Tapi pemerintah sedang menggodok rencana mengejutkan lainnya. Premium yang bersubsidi ini yang dikhususkan untuk angkutan umum akan di jatah. Setiap mobil angkutan umum akan mendapat jatah "hanya 10 liter premium per hari". Cara ini akan menghemat anggaran dari BBM mencapai 6-7 triliyun rupiah per tahun.
Ini langkah yang mengejutkan seandainya pemerintah tetap nekat menjalankan rencananya.
Ketua Umum DPD Organda DKI Jaya, Hery Rotti ketika diwawancarai oleh RCTI secara mengatakan tidak mungkin angkutan umum dipaksa memakai Premium 10 liter sehari. "Idealnya angkutan umum seperti mikrolet dan taksi sekitar 50 liter per hari. Padahal kebutuhannya sekitar 60 liter perhari."
Tidak Mungkin
Ketika informasi ini saya coba sosialisakan ke supir Indah taksi bernama Sikam. Kebetulan pagi ini sedang naik taksi. Muncul obrolan yang menarik darinya.
"Mas kalau pemerintah kasih jatah taksi hanya 10 liter. Ini hanya cukup untuk jarak 100 kilometer dan balik ke pool taksi. Tidak mungkin bisa nyari duit," ujar bapak dari empat orang anak ini.
Apalagi kalau pemerintah mengalihkan bbm angkutan umum ke Premix atau Pertamax. "Ini lebih tidak mungkin lagi. Sekarang saja dengan premium supir taksi harus mengeluarkan uang sekitar 150 - 200 ribu rupiah perhari. Belum uang setoran, uang lain-lain di pool dan uang preman. Bisa-bisa kita tidak bawa uang ke rumah," jelasnya.
Semestinya pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan ini mau melihat ke bawah. Banyak rakyat yang sudah susah dalam menjalani hidup ini. Makan sehari-hari saja sudah susah belum lagi biaya pendidikan yang mahal biarpun ada program BOS. Apalagi kalau ada anak yang sakit.
Mau Makan Apa
Pak Sikam menakuti para pengusaha taksi kelas kecil dan menengah yang tidak sanggup mengikuti kebijaksanaan pemerintah. "Kebayang enggak sih, kalau supir taksi tiap hari kurang setoran. Akibatnya pengusaha taksi tidak sanggup membayar pinjaman bank dan mereka menutup usaha taksinya," ujarnya kembali. Mereka sih enak, masih kata pak Sikam, kalau tutup paling hanya aset yang di sita tapi mereka masih bisa hidup dengan tabungan atau usaha lainnya.
"Kita ini yang repot. Kalau perusahaan taksi tutup maka supir-supir jadi menganggur," jelasnya.
Bayangkan saja kalau satu supir itu, rata-rata punya anak dua dan satu istri. Artinya ada empat orang yang harus diberi makan. Kalau perusahaan taksi tutup, "Kami mau makan apa pak?"
Pembicaaran ini terpaksa berhenti karena sudah mencapai tujuan. Setidaknya sudah mendengarkan suara rakyat kecil.
Emangnya Bise Berubeh
Setelah urusan selesai di suatu tempat. Sekarang giliran naik mikrolet. Lain halnya dengan Rahmat, supir mikrolet M11 jurusan Tanah Abang - Kebon Jeruk. Ia mempunyai pandangan yang lebih optimis terhadap situasi ini. "Kalau memang kite-kite rakyat kecil di suruh bantu pemerintah ya kite bantuin dah," ujarnya. Habis mau apalagi kalau pemerintah sudah ketok palu. "Emangnye masih bise berubeh?" tanya kembali.
Semestinya yang diatas sana mau melihat rakyat kecil khususnya pengguna angkutan umum. Jangan dimahalin harga premiumnya atau dibubah ke Premix atau Pertamax. Nanti akibatnya pemilik supir naikin setoran, akibatnya tarif juga naik. Penumpang marah ke supir. "Nah, supir mau marah ke siape? Coba dah, anggota DPR RI sehari aja jadi supir mikrolet biar dengar sura rakyat kecil," ujarnya kembali.
Kite rakyat kecil jadi bingung. Katanya Indonesia kaya raya. Kata Koes Plus negara kita ini seperti kolam susu. Nanem apa aje jadi duit tapi kemane tuh duitnya.
Inovasi
Ketika situasi seperti ini terjadi. Rahmat mengharapkan adanya para ahli mesin melakukan inovasi. "Mereka mesti bisa menciptak mesin yang super irit, 1 liter bisa 25 kilometer dan pemerintah mesti mendukungnya," jelasnya.
Semestinya kita nemuin lagi orang pinter seperti Habibie. Sayang dia kepinteran jadi yang diotaknya bikin pesawat terbang. Sudah gitu enggak laku lagi dijual. "Mestinye die bikin mobil murah dan berbahan bakar hemat untuk kite rakyat kecil. Lebih ada manfaatnye," ujar Rahmat.
Berhubung sudah dekat kantor terpaksa deh, turun dari mikroletnya. Cukup membayar 3.000 rupiah sudah bisa mendengar uneg-uneg rakyat kecil. Coba ya anggota DPR RI mau naik mikrolet. Tidak mahal kok tapi bisa mendengar suara rakyat. Mau? (ludi hasibuan - ludihasibuan.blogspot.com)

1 komentar:

Maylaffayza mengatakan...

Saya tadi pagi juga naik taksi, sempat membahas bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah yang gak bijak-bijak amat mengenai bus way, yang mempengaruhi penghasilan para penarik taksi yang tentunya juga mempengaruhi kehidupan banyak orang. Bus way, lalu tol di naikan, lalu nanti akan masih ada lagi di kenakan biaya jika masuk daerah-daerah tertentu, lalu mengenai premium ini. Pemerintah memang suka punya ide yang 'genius'.Rasanya masyarakat dibuat semakin tidak ada pilihan dan dibuat mati kutu.Kasihan rakyat.Pemerintah seharusnya memudahkan hidup masyarakat. Kan kita yang menggaji mereka.